Wednesday 2 November 2011

Belajar Problem Solving Dari Sebuah Dog’s Show

Trouble will find you no mater where you go, oh oh. No Matter if you're fast no matter if you're slow, oh oh. Familier dengan lirik tadi? Itu adalah penggalan lirik dari lagu Trouble Is A Friend yang dinyanyikan Lenka. Trouble, problem, masalah atau apapun sebutannya, seperti kata lenka ia adalah teman sejati selama kita hidup. Sebutkan satu saja dari bermilyar manusia di bumi ini yang bebas dari masalah, nihil. Entah dia artis, presiden, ataupun gelandangan semuanya pasti memiliki masalah. Bersyukurlah karena ternyata we are programmed to win. Nah karena masalah adalah objek yang pasti ada, maka manusia yang memiliki keinginan untuk sukses selalu berusaha mencari solusi. Sebagian karena lelah dengan masalah, kemudian memutuskan menyerah dan mengambil ‘solusi’ terakhir: suicide. Ini yang saya sebut problem solving ala pegadaian, mengatasi masalah dengan masalah. Hey lagi pula menjadi orang mati, masalah justru semakin banyak. Tidak percaya? Ketika manusia mati, tepat ketika jantung berhenti bekerja, tubuh memasuki fase algor mortis yaitu tubuh secara drastis menjadi sangat dingin (yang mau bunuh diri, sebaiknya sedia selimut). Dan yang cukup menyeramkan, ketika semua bagian tubuh sudah mati, ternyata ada bagian kecil dalam tubuh kita yang masih hidup. Bagian kecil itu adalah organisme yang tinggal dalam perut. Beberapa hari setelah kematian organisme ini mulai menjalankan tugasnya, yaitu melakukan proses penghancuran. Satu demi satu organ dalam tubuh mengalami proses pembusukan sehingga menimbulkan bau busuk (buat yang mau bunuh diri, minum parfum yang banyak). Terasa horor? tentu saja, bayangkan saja ternyata ketika mati tubuh kita dimakan hidup-hidup dari dalam!! errr maksud saya, dimakan mati-mati dari dalam. Buat yang mau bunuh diri, pikirkan lagi deh.


Selain menyerah ala pegadaian (suicide), ada alternatif versi lain, yaitu orang-orang yang membiasakan hidup dengan masalah. Tentu saja bukan karena mereka menikmati masalah, tapi karena mereka sudah malas mencari solusi. Ciri-ciri manusia yang termasuk golongan ini adalah: mempunyai quote favorite ‘Hidup segan, mati tak mau’, anti sosial, punya list panjang tentang hal-hal yang dibenci, tidak punya list tentang hal yang disukai, kalau ditanya siapa orang yang menginspirasi hidupnya jawabannya adalah kurt kobain, sering sekali meneriakkan kata-kata: life is suck, why me… why me.. ooohhh why me???. Sebutan saya untuk mereka yang memilih ’problem solving’ macam ini adalah, suicide hidup-hidup.

Karena Anda telah membaca artikel saya sampai sejauh ini, jadi saya asumsikan Anda tidak termasuk golongan yang suicide hidup-hidup, apalagi golongan yang sudah suicide. Saya asumsikan Anda adalah manusia normal seperti saya yang sadar bahwa masalah akan selalu ada sampai kapan pun, bahwa masalah hadir bukan untuk dihindari tapi diselesaikan. SALAM SUPER!!!!  :D

****

Tanpa kita sadari, ketika masih kecil kita sudah sering melakukan proses problem solving. Saya beri contoh simpelnya: Pada suatu hari, di sebuah pulau nun jauh disana, hiduplah seorang gadis kecil, sebut saja melati. Di hari yang sangat terik, lewatlah seorang pedagang es krim yang sedang mempromosikan produk es krim terbaru bernama magnum. Karena promosi hebat si pedagang, tidak perduli meskipun nama eskrim itu seperti nama senjata, melati tertarik untuk mencicipi. Otak kecilnya mulai berpikir, ia sedang melakukan proses problem solving.
Masalah: Melati tidak punya uang.
Solusi: Meminta kepada ibunya.
Beberapa menit kemudian,
Masalah baru: Ibunya tidak memberi uang.
Solusi: Merajuk dengan memasang wajah memelas.
beberapa menit kemudian,
Masalah Pelik: Bukannya diberi uang, malah kena omel.
Solusi: Mengeluarkan senjata pamungkas, menangis sejadi-jadinya.. meraung-raung, bahkan berguling-guling jika perlu.
Ending story,
Problem Solved: Melati akhirnya bisa menikmati es krim magnum, dan bahagia selamanya.

Yap, memang ceritanya terlalu didramatisir, tapi intinya adalah, sejak dulu kita sudah melakukan proses problem solving, hanya bedanya seiring bertambahnya usia, masalah yang hadir semakin komplek. Kita tidak bisa lagi melakukan proses problem solving ala anak kecil, problem solving yang selalu menggantungkan bantuan orang lain. Baik secara sadar atau tidak, kita mulai mencari informasi tentang cara-cara dalam mengatasi masalah, informasi itu bisa didapat dari teman, pengalaman, buku atau seperti saya, belajar problem solving dari sebuah dog’s show.

Bagi Anda pecinta saluran TV National Geographic, Anda pasti pernah menonton acara dog whisperer. Fokus acara itu adalah tentang rehabilitasi anjing-anjing yang bermasalah. Mulai dari anjing pemalu, anjing pemarah, anjing penakut sampai anjing pesolek, ok yang terakhir tidak termasuk. Buat Anda yang tidak memiliki saluran National Geographic, agar Anda memiliki gambaran seperti apakah acara dog whisperer itu, di Metro TV ada acara serupa yaitu Super Nany. Bedanya bila di dog whisperer membahas anjing bermasalah, sedang yang di metro TV membahas anak kecil bermasalah. Sangat serupa bukan? Hanya beda dibagian Anjing dan Anak kecil.

Kesamaan dari dua acara diatas adalah: apapun masalahnya minumnya tetap… maksud saya, apapun masalahnya sumber masalahnya tetap satu. Sekali lagi saya beri contoh kasus, lihat gambar dibawah.
logika anjingBaca baik-baik!!!!, anak kecil saja tau, ARRGGHH kenapa kamu begitu bodoh??

Dari gambar tersebut kita bisa tahu, anjing ini memiliki satu kekurangan kecil, yaitu menganggap seisi rumah adalah toilet!. Berikutnya adalah contoh kenakalan anak kecil. Seperti biasa lihat gambar dibawah.
kidburn
Ma lihat adik bisa buat api unggun besar…bagus ga??

Anggap saja kita yang mengalami masalah diatas, dan kemudian meminta bantuan kepada Cesar Millan atau si super Nany. Yang ada dibayangan kita umumnya adalah si cesar milan akan melatih anjing bebal itu hingga mengerti flowchart Should I Pee?, dan si Super Nany akan berbicara dengan gadis kecil kemudian dengan menggunakan kata-kata ajaib ia berusaha menyadarkan gadis kecil tadi. Tapi ternyata tidak begitu.

Dalam proses problem solving, mengetahui sumber masalah sangatlah penting. ketika kita menghadapi masalah, langkah pertama yang diambil bukanlah mencari solusi. Langkah pertama yang harus diambil adalah mencari sumber masalah. Tanpa mengetahui sumber masalah atau salah menentukan sumber masalah, solusi mustahil dihasilkan. Sebelum Anda skip bagian ini karena terasa seperti tulisan skripsi, saya berusaha menganalogikan pernyataan diatas dalam bentuk love stroy.

Anggap saja Anda baru patah hati. Entah itu karena dikhianati, diduakan, ditigakan atau apalah yang pasti Anda merasa sangat sakit, marah bahkan mungkin benci kepada mantan pasangan Anda. As time goes by, logika Anda mulai normal. Logika Anda berkata, saya harus jatuh cinta lagi. Sayangnya hanya logikanya yang normal, tapi tidak dengan emosi Anda. Anda berusaha dekat dengan orang-orang baru, tapi gagal jatuh cinta, begitu seterusnya sampai Anda merasa tidak bisa jatuh cinta lagi. Anda mulai menganalisa.
Masalah: Ingin jatuh cinta lagi.
Solusi: Mencoba dekat dengan orang-orang baru.
Hasil: Gagal!
Kesimpulan: Memang tidak ada yang seperti dulu.

Karena kesimpulannya tidak sesuai harapan, akhirnya timbul efek bola salju. Kesimpulan itu berubah menjadi masalah, dan Anda mulai mencari solusi dari masalah baru itu. Anda mulai mengandai-andai, “Memang saya tidak bisa jatuh cinta lagi, apakah saya harus bunuh diri?, apa tidak usah menikah saja? atau mungkin menjadi lesbi? menjadi gay?. Kasus ditutup dengan tragis.

OK cerita sinetronya sampai disini dulu, mari kita kembali ke Dog Whisperer dan Super Nany. Setelah beberapa kali melihat acara itu, saya menarik kesimpulan seperti yang sudah saya tulis diatas, apapun masalahnya sumber masalahnya tetap satu. Seperti apapun jenis kenakalan anjing atau anak kecil, sumber masalahnya adalah si Pemimpin. Apabila Cesar Millan mendapati kasus anjing flowchat, yang ia rombak besar-besaran bukanlah anjingnya, apalagi flowchartnya, bukan bukan itu, tapi the pack leader, yaitu si pemilik anjing. Mungkin yang akan ceasar lakukan adalah memberitahu si pria kesalahannya, kemudian membantu si pria untuk lebih mengenal dunia anjing dengan cara menceritakan beberapa kebiasaan anjing seperti… hmmm.. sebelum saya lanjutkan, saya sarankan bagi Anda yang sedang makan, sebaiknya dipending terlebih dahulu. Baik saya lanjutkan… beberapa kebiasaan anjing seperti memakan poop mereka sendiri!!. Apakah poop itu? silahkan buka kamus dan Anda akan mendapati hasil translate poop adalah feces. Ya benar, feces!!! selamat terkejut. Tapi sudah pasti Anjing mempunyai alasan kuat kenapa harus melakukan itu. Tentu saja mereka makan poop bukan karena iseng kurang kerjaan, atau karena mulut gatel pengen makan camilan, bukan…bukan seperti itu. Alasannya sangat masuk akal kok (setidaknya bagi anjing), yaitu menghindari predator.

Sekarang loncat lagi ke cerita sinetron yang belum selesai tadi. Setelah mendapat pelajaran dari acara dog’s show mari kita analisa lagi kasus romeo tanpa juliet ini. Kenapa cerita cinta itu menghasilkan efek bola salju adalah karena problem solving yang kurang tepat sasaran. Analisa diatas hanya menyentuh kebagian pinggiran masalah saja, belum menyentuh ke sumber masalah.
Masalah: Ingin jatuh cinta lagi.
Sumber Masalah: Hati yang masih terluka.
Solusi: Mencoba dekat dengan orang-orang baru.
Solusi Yang Benar: Menyembuhkan luka terlebih dahulu.
Caranya? Fix the leader of your heart!
WHO? Yourself

Jadi inti dari tulisan ini adalah, ketika Anda melakukan problem solving, selalu temukan dahulu sumber masalahnya. Oh ya satu lagi, anjing itu memakan poop mereka sendiri!!! ingat itu!!

Catatan: Semua cerita diatas hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan tempat, kasus, atau tokoh itu hanyalah kebetulan belaka. :D

2 comments:

  1. Bagusnya postingan ini ada follow up nya -> HOW to fix ourselves? Langkah demi langkahnya akan sangat membantu :D

    ReplyDelete
  2. Haha penulisnya mody seh...
    loading.... berusaha mencerna topik "HOW to fix ourselves"

    ReplyDelete